Allah peduli
Mengapakah harus terjadi, di dalam kehidupan ini
Satu perkara, yang kusimpan dalam hati
Tiada sesuatu kan terjadi, tanpa Allah peduli
Saya selalu suka lagu ini, benar-benar menenangkan saya di situasi apapun. Banyak hal yang terkadang membuat kita meragukan rancangan Tuhan dan segala sesuatu yang Dia perbuat. Lagu ini benar-benar bekerja dalam minggu saya kali ini, dimana Tuhan percayakan banyak hal buat saya.
Mulai dari keluarga saya, cinta, teman-teman, kuliah, dan yang terutama, kehidupan rohani saya. Biasanya, saya menulis tidak dengan lugas dan terkadang mencari analogi untuk mendukung tulisan saya. Akan tetapi, untuk yang kali ini, saya mau tekankan dengan lugas, bahwa saya diberkati dan mendapati bagian lain dari karakter saya yang diubahkan.
Minggu lalu, ketika saya bangun, saya diberi tahu bahwa nenek saya (berumur 71 tahun) muntah dan tidak bisa bangkit dari tempat tidurnya. Untungnya, hari-hari kuliah hampir selesai dan saya bisa mengambil sebagian besar pekerjaan rumah. Kami tinggal di rumah yang cukup besar, sehingga lumayan banyak pekerjaan yang harus diselesaikan setiap harinya. Nenek saya biasanya sakit karena beliau seringkali memikirkan semua persoalan rumah tangga anak-anaknya. Beliau menderita darah tinggi dan alergi yang bisa membuatnya kadang terbaring lemas karena suhu tubuh yang berubah-ubah. Ketika suatu saat beliau tidak bisa lagi menahan tubuhnya bahkan untuk ke toilet, saya membantunya. Ketika saya memandikannya, saya tertegun sejenak, terdiam. Begitu banyak hal yang harus dia lewati selama ini, pikir saya.
Belakangan ini, saya juga seringkali menemukan diri saya terbangun dan langsung memikirkan seseorang yang mungkin saya sayangi saat ini, dan bukannya Tuhan yang hidup. Tanpa sadar, saya melakukan hal itu berulang-ulang, menggeser posisiNya di tempat yang paling utama.Sedangkan dengan para sahabat, saya merasa sangat nyaman di dekat mereka dan menjadi bagian dari cerita hidup kami. Bersyukur, saya memilki mereka di samping saya, belajar, tertawa, curhat, kami bisa saling menceritakan apa saja saat ini.
Dan yang terakhir, yang turut saya rasakan adalah kerinduan saya akan orangtua saya. Sejak SD, saya sudah memutuskan untuk tinggal bersama kakek-nenek sampai saat ini. Bagi saya, biasanya kerinduan atas mereka menambah energi untuk belajar, memberikan yang terbaik bagi mereka, karena membayangkan hadiah-hadiah yang saya dapatkan –saya meminta Rp. 12.500,- ketika saya masuk ITB- dari tangan mereka sendiri, meyakinkan saya bahwa saya memang mencintai mereka, sekalipun tidak sebesar cinta mereka terhadap saya.
Semuanya membuat saya terdiam ketika Dia bertanya, “Can’t you confess your love for Me?” Ya, sewaktu-waktu Bapa dapat berkata seperti itu pada saya, kita semua. Ketika saya diingatkan akan kalimat ini, saya tidak bisa melakukan apa-apa dan airmata saya jatuh ternyata. Saya memang tidak melakukan hal yang salah, malah mungkin bagi orang-orang di sekitar, saya menjadi berkat bagi mereka.
Tapi, apa yang terjadi dengan rohani saya? saya tidak akan pernah bisa menyangkal bahwa jiwa saya menanti-nantikan Dia.
Dari nenek saya, saya belajar bahwa Allah-lah yang memelihara, sampai keadaan yang terbayangkan. Mengizinkan saya, cucunya, sadar bahwa hidup yang Tuhan taruhkan ke nenek saya mengajarkan saya untuk peduli dan melihat dari sudut pandangnya. Mengizinkan anak-anaknya untuk tidak khawatir akan rumah tangga mereka, bahwa Kristus-lah yang menjadi kepala dari rumah tangga itu. Mengizinkan kakek saya, untuk mencintai lebih lagi pasangan hidup yang telah Bapa ciptakan baginya.
Dari seseorang yang saya sayangi, saya belajar untuk meletakkan posisi kami berdua, bukan pada tahta hati saya, tapi biarlah Kristus yang duduk diam disana. Menaikkan sembah dan mencari wajahNya di tiap pagi saya, itu yang Dia inginkan. Mustahil ketika saya berkata bahwa saya akan memuji memuliakan Kristus dalam setiap waktu di hidup saya, jika bukan Roh Kudus yang menopang dan meneguhkan.
Dari teman-teman saya, berbagi dengan mereka yang Dia inginkan adalah menceritakan setiap berkatNya lewat napas yang Dia berikan, menyatakan bahwa Dia begitu rindu akan anak-anakNya. Menyatakan, bahwa saya menerima mereka apapun kondisi mereka, terlebih saya sendiri. Mengerti, bahwa Allah begitu peduli akan hidup mereka, karena Dia memberikan saya hati yang mengasihi mereka –tidak mungkin saya lakukan jikalau Dia tidak mengasihi saya terlebih dahulu- Membuat kami sadar, bahwa kami dipertemukan bukan karena kebetulan, tapi saling membangun.
Ya, begitulah Allah sepengetahuan saya, Allah yang luar biasa penuh kasih, merelakan AnakNya yang tunggal untuk menebus kita, umat berdosa. Tidak sampai itu saja, Dia benar-benar membuat karya –begitu persepsi saya atas rancanganNya- yang membentuk suatu masterplan sempurna.
Dan satu hal yang paling membuat saya bersyukur, saya bisa berkata, bahwa inilah hidup saya yang Dia berikan bagi saya. Rancangan yang Dia rancangkan bagi orang lain di sekitar saya, itu bagi saya, karena Dia peduli dan mengasihi saya, Amin.
Komentar
Posting Komentar